SOSIALISASI DAN ARAH KEHIDUPAN
Makalah
Disusun
Guna Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Sosiologi
Dosen
Pengampu : Suprihatiningsih,S.Ag,.M.Si
Disusun
Oleh :
Jadi
supriyo (1501046015)
Ainurrika
nadhifa (1501046033)
PENGEMBANGAN
MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Di dalam kehidupan masyarakat pasti ada nilai-nilai dan norma-norma
sosial sebagai pedoman perilaku
anggota-anggota masyarakat demi terciptanya kenyamanan dan ketertiban bersama.
Untuk mencapai kenyamanan dan ketertiban bersama, tentunya tidaklah mudah. Perlu
adanya musyawarah dan kesepakatan bersama untuk menciptakan suatu aturan dalam
kehidupan sosial. Munculnya nilai-nilai dan norma-norma sosial tersebut akibat
adanya unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan yang tanpa disadari dilakukan
masyarakat dalam berkomunikasi kesehariannya. Perwujudan dari terbentuknya
nilai-nilai dan norma-norma sosial dg disengaja, maka peraturan ini sering kita
sebut dengan norma sosial. Maka dari itu dengan adanya interaksi antar individu
atau kelompok yang menghasilkan sesuatu kesepakatan bersama,hal tersebut tidak akan terlepas dari kegiatan proses
sosialisasi. Oleh sebab itu dengan pentingnya sosialisasi, maka disusunlah
makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
sosialisasi?
2.
Bagaimana peran
dan aktivitas melaksanakan sosialisasi?
3.
Bagaimana
proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian dalam sosialisasi?
4.
Sebut dan
jelaskan agen sosisalisasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
sosialisasi
Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses belajar bagi seseorang
atau sekelompok orang selama hidupnya untuk mengenali pola-pola hidup,
nilai-nilai dan norma sosial agar ia dapat berkembang menjadi pribadi yang bisa
diterima oleh kelompoknya.
Pengertian
sosialisasi menurut para ahli:
a)
Charlotte
buehler
Mendefinisikan sosialisasi sebagai proses yang membantu
individu-individu untuk belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan
berfikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
b)
Peter berger
Mendefinisikan sosialisasi sebagai proes dimana anak belajar
menjadi seseorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
c)
Bruce J. Cohen
Sosialisasi sebagai proses-proses manusia mempelajari tata cara
kehidupan dalam masyarakat, untuk memperoleh kepribadian dan membangun
kapasitasnya agar berfungsi dengan baik sebagai individu maupun sebagai anggota
kelompok.
d)
Karel J. Veger
Sosialisasi sebagai proses belajar mengajar, melalui individu
belajar menjadi anggota masyarakat, dimana prosesnya tidak semata-mata
mengajarkan pola-pola perilaku sosial kepada individu, tetapi juga individu
tersebut mengembangkan dirinya atau melakukan proses pendewasaan dirinya.
e)
Robert M.Z.
lawang
Mendefinisikan sosialisasi merupakan proses mempelajari norma,
nilai, peran dan semua persyaratan lainya yang diperlukan untuk memungkinkan
partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial.
f)
Soerjono
soekamto
Sosialisasi merupakan proses dimana anggota masyarakat yang baru
mempelajari norma-norma dan nilai –nilai masyarakat dimana ia menjadi anggota.
g)
M. Sitorus
Sosialisasi merupakan proses dimana seseorang mempelajari pola-pola
hidup dalam masyarakat sesuai dengan nilai-nilai , norma-norma dan kebiasaan
yang berlaku untuk berkembang sebagai anggota masyarakat dan sebagai individu
(pribadi).
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan hakikat dari sosialisasi
itu sendiri yaitu:
1.
Dalam arti
sempit, sosialisasi merupakan seperangkat kegiatan masyarakat yang didalalmnya
individu-individu belajar dan diajar memahirkan diri dalam peranan sosialisasi
sesuai dengan bakatnya.
2.
Dalam arti
luas, sosialisasi merupakan proses seseorang mempelajari dan menghayati
norma-norma kelompok atau “kesatuan kerja” di tempat ia hidup sehingga ia
sendiri menjadi seorang pribadi yang unik dan berperilaku sesuai dengan harapn
kelompok.[1]
B.
Peran dan
Aktivitas melaksanakan Sosialisasi
Aktivitas sosialisasi dikerjakan oleh person-person tertentu yang
sadar atu tidak sadar dalam hal ini bekerja mewakili masyarakat. Mereka dapat
dibedakan menjadi dua;
1.
Person-person yang mempunyai wibawa dan kekuasaan atas
individu-individu yang disosialisasi. Misal ayah, ibu, guru, atasan, pimpinan
dan sebagainya
2.
Person-person yang mempunyai kedudukan sederajat dengan individu
yang tengah disosialisasi. Misal saudara sebaya, kawan sepermainan, kawan
sekelas, dan sebagainya.
Berbeda halnya dengan sosialisasi yang dilakukan oleh person-person
yang sederajat, person-person yang mempunyai wibawa dan kuasa selalu
mengusahakan tertanamnya pemahaman-pemahaman atas norma-norma sosial( kedalam
ingatan dan batin-batin individu yang disosialisasi) dengan melakukan secara
sadar, serta dengan tujuan agar individu-individu yang disosialisasi itu dapat
dikendalikan secara disipliner di dalam masyarakat. Adapun norma-norma sosial
yang mereka sosialisasikan adalah norma-norma sosial yang mengandung
keharusan-keharusan untuk taat terhadap kewajiban-kewajiban dan berkesediaan
untuk tunduk terhadap kekuasaan-kekuasaan yang superior, berwibawa dan patut
dihormati. Sosialisasi demikian ini sedikit-banyak dilakukan secara dipaksakan,
dan di dukung oleh suatu kekuasaan yang bersifat otoriter itulah sebabnya maka
sosialisasi ini disebut dengan “sosialisasi otoriter”.
Sementara itu, dilain pihak proses sosialisasi pun dilakukan dengan
cara yang lain atau tidak secara otoriter melainkan atas dasar asas kesamaan
dan kooperasi antara mensosialisasi dan yang disosialisasi. Proses ini disebut
“proses sosialisasi ekualitas”. Sosialisasi ekualitas dilakukan oleh person-person
yang memiliki kedudukan yang sederajat (atau kurang lebih sederajat) dengan
mereka yang disosialisasi, dan walaupun di dalam proses sosialisasi ini
diusahakan juga tertanamnya pemahaman atas norma-norma sosial ke dalam
ingatan-ingatan individu-individu yang disosialisasi, akan tetapi tujuan
utamanya adalah agar individu yang disosialisasi itu dapat diajak memasuki suatu
hubungan kerjasama yang koordinatif kooperatif dengan pihak yang
mensosialisasi.[2]
C.
Proses
Sosialisasi Dan Pembentukan Kepribadian
Manusia tidak pernah lepas dari penilaian orang lain. Seringkali
kita mendengar pendapat orang mengenai perilaku seseorang baik ataupun buruk.
Orang mengartikan sikap dan perilaku sebagai kepribadian (personality)
seseorang. Namun, sebenarnya sikap dan perilaku yang disebutkan itu hanya
sebagian kecil dari kepribadiaan seseorang.
Menurut yinger, kepribadian adalah keseluruhan perilaku seseorang
individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan
serangkaian situasi. Ungkapan sistem kecenderungan tertentu tersebut menyatakan
bahwa setiap orang mempunyai cara berperilaku yang khas,seperti sikap, bakat,
adat, kecakapan, kebiasaan, dan tindakan yang sama setiap hari. Dan interaksi
yang dengan serangkaian situasi tersebut menyatakan bahwa perilaku merupakan
produk gabungan dari kecenderungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang
dihadapi seseorang.
Istilah
kepribadian dalam sosiologi dapat dikenal dengan sebutan diri(self).
Sosialisasi bertujuan untuk membentuk diri seseorang agar dapat bertindak dan
berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat dimana ia
tinggal. Ketika manusia lahir ia belum
mempunyai diri(self). Diri manusia berkembang tahap demi tahap melelui interaksi dengan anggota
masyarakat lain. Setiap anggota baru dalam masyarakat harus mempelajari
peran-peran yang ada delam masyarakat. hal ini merupakan suatu proses yang
disebut role talking (pengambilan peran) . dalam proses ini, seseorang belajar
mengetahui peran apa yang harus dijalankan dirinya dan peran apa yang
dijalankan orang lain.
George
Herbert Mead mengembangkan tiga tahap
perkembangan diri manusia. Ketiga tahap itu adalah sebagai berikut:
1)
The prepatory stage ( tahap persiapan)
Selama masa prepatory stage anak-anakakan meniru orang yang ada
disekitarnya ,terutama anggota keluarganya dimana mereka terus
berinteraksi.seorang anak kecil memukul potongan kayu jika orang tuanya
melakukan aktifitas pertukangan,atau akan melempar bola jika sodara yang lebih
tua melakukan hal tersebut didekatnya. Anak-anak menjadi lebih mahir
menggunakan simbol,termasuk gerak tubuh dan kata-kata yang membentuk dasar komunikasi manusia.dengan berinteraksi bersama keluarga dan orang disekitarnya ,anak
molai mengerti simbol pada massa preparatory stage. Mereka akan terus menggunakan bentuk
komunikasi sepanjang dirinya hidup.[3]
2)
Play stage(tahapan bermain)
Dalam tahap
ini , seorang anak kecil akan molai belajar mengambil peran orang-orang yang berada disekitarnya. Ia mulai meniru
peran yang dijalankan oleh orang tuanya dan orang yang berinteraksi denganya. Pengambilan
peran(role talking0 adalah proses asumsi mental dari perspektif orang lain dan
merespon dari pandangan tersebut. Contoh, kita sering melihat anak kecil
bermain menjadi polisi atau menjadi dokter . pada tahap ini seorang anak belum
sepenuhnya memahami maksud peran yang ia lakukan. Ia belum mengetahui mengapa
polisi menangkap penjahat atau dokter memyuntik pasien.[4]
3)
Game stage( tahap permainan)
Pada tahap
ini seorang anak tidak hanya mengetahui peran yang harus dijalankannya, tetepi telah mengetahui peran orang lain dengan
siapa dia berinteraksi. Anak tersebut sudah menyadari peran yang ia jalankan
dan peran yang dijalankan orang lain. contohnya, dalam permainan sepak bola ia
menyadari adanya peran sebagai wasit, kipper, dan penjaga garis.
Mead
menggunakan istilah Generalized others yang mengacu pada sikap, pandangan, dan
ekspetasi masyarakat sebagai sebuah kesatuan yang disertakan oleh seorang anak
dalam sikap dan perilakunya . Pada tahap ini anak telah mampu mengambil peran
orang lain lebih luas (generalized others), tidak sekedar orang-orang
terdekatnya( significant others). Ia telah mampu berinteraksi dengan orang lain
dalam masyarakat karena telah memahami peran dirinya dan peran orang lain.
Contohnya, sebagai sebagai siswa ia memahami peran guru, sebagai anak ia
memahami peran orang tua. Jika anak telah mencapai tahap ini maka ia telah
mempunyai suatu diri.Jadi, diri seseorang terbentuk melalui interaksi dengan
orang lain dalam interaksi tersebut ia mengalami proses sosialisasi.
Seperti
halnya Mead, Charles Harton Cooley pun menyatakan bahwa konsep diri seseorang
berkembang melalui interaksi dengan orang lain. Diri adalah identitas tersendiri
yang memisahkan diri kita dengan orang lain. Cooly menyatakan bahwa diri
seseorang memantulkan apa yang dirasakan sebagai tanggapan masyarakat
terhadapnya. Diri seseorang yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain
ini disebut sebagai looking –glass self.[5]
D.
Agen- Agen
Sosialisasi
Sosialisasi tidak akan berjalan tanpa adanya media atau agen
sosialisasi. Adapun media sosialisasi yang otomatis memiliki peran tersebut
adalah lembaga sosial. Lembaga sosial adalah alat yang berguna untuk melakukan
serangkaian peran untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma sosial. Lembaga
sosial tersebut adalah keluarga, lembaga pendidikan, lembaga politik, media
massa, lembaga keagamaan, dan lingkungan
sosial. Antara lembaga satu dengan lembaga lainnya dalam kehidupan sosial
tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling terkait dalam jaringan sistem yang
sering disebut sistem sosial. Lembaga-lembaga yang saling berhubungan tersebut
memerankan sebagai agen sosialisasi atau media sosialisasi. Beberapa agen sosialisasi
dalam dalam sosiologi;
1.
Keluarga
Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya
terhadap sosialisasi. Hal ini dimungkinkan sebab berbagai kondisi keluarga; pertama, keluarga
merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka diantara anggotanya. Kedua,
orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, sehingga
menimbulkan hubungan emosional yang hubungan ini sangat memerlukan proses
sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka dengan sendirinya
orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses sosialisasi terhadap
anak
Dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan keluarga tertuju pada
keinginan orang tua untuk memotivasi kepada anak agar mempelajari pola perilaku
yang diajarkan keluarganya. Adapun bentuk dari motivasi itu sendiri apakah bersifat
koersif atau paticipative tergantung pada tipe keluarga tersebut, mengingat
model yang di gunakan oleh masing-masing keluarga didalam melakukan sosialisasi
ada yang bertipe otoriter dan ada yang bertipe demokratis.[6]
2.
Kelompok
Bermain
Kelompok bermain baik yang berasal dari kerabat, tetangga maupun
teman sekolah merupakan agen sosialisasi yang pengaruhnya besar dalam membentuk
pola-pola perilaku seseorang. Di dalam kelompok bermain, anak mempelajari
berbagai kemampuan baru yang acapkali berbeda dengan apa yang mereka pelajari
dari keluarganya.
Di dalam kelompok bermain individu mempelajari norma nilai,
kultural, peran, dan semua persyaratan lainnya yang di butuhkan individu untuk
memungkinkan partisipasinya yang efektif di dalam kelompok permainannya. Singkatnya,
kelompok bermain ikut menentukan dalam pembentuksn sikap untuk berperilaku
dengan perilaku kelompoknya.
Berbeda dengan pola sosialisasi dalam keluarga yang umumnya
bersifat otoriter karena melibatkan hubungan yang tidak sederajat, di dalam kelompok
bermain pola sosialisasinya bersifat ekualitas karena kedudukannya para pelaku
relatif sederajat. [7]
3.
Sekolah
Sekolah merupakan media sosialisasi yang lebih luas dari keluarga.
Sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam pembentukan sifat
dan perilaku seorang anak, serta mempersiapkannya untuk penguasaan
peranan-peranan baru dikemudian hari dikala anakatau orang tidak lagi
menggantungkan hidupnya pada orang tua atau keluarganya.
Berbeda dengan sosialisasi dalam keluarga dimana anak masih
mengharap bantuan dari orang tua dan seringkali perlakuan khusus di sekolah
anak dituntut untuk bersikap mandiri dan senantiasa memperoleh perlakuan yang
tidak berbeda dari teman-temannya. Di sekolah reward (penghargaan) akan
diberikan kepada anak yang terbukti mampu bersaing dan menunjukkan prestasi
akademik yang baik. Di sekolah anak juga akan banyak belajar bahwa untuk
mencapai prestasi yang baik, maka yang perlu dilakukan adalah bekerja keras.
Kurikulum pelajaran di sekolah yang relatif beragam, semuanya menuntut
kegigihan sendiri-sendiri. Seorang siswa yang berhasil memperoleh nilai yang
baik dalam mata pelajaran sosiologi, misalnya, ia belum tentu memperoleh pujian
yang sama dalam mata pelajaran lain.
Secara rinci, Robert Dreeben (1968) mencatat beberapa hal yang
dipelajari anak di sekolah selain membaca, menulis, dan berhitung adalah aturan
mengenai kemandirian, prestasi, Universalisme, dan spesifitas.[8]
4.
Media Massa
Dalam kehidupan masyarakat modern, komunikasi merupakan suatu
kebutuhan yang sangat penting terutama untuk menerima dan menyampaikan
informasi dari suatu pihak ke pihak lain. Akibat pengaruh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam waktu yang sangat singkat, informasi tentang
peristiwa-peristiwa, pesan, pendapat, berita, ilmu pengetahuan dan lain
sebagainya dengan mudah diterima oleh masyarakat sehingga media massa, surat
kabar, TV, film,radio, majalah dan lainnya mempunyai peranan penting dalam
proses transformasi nilai-nilai dan norma-norma baru kepada masyarakat.
Disamping itu media massa juga mentransformasikan simbol-simbol atau lambang
tertentu dalam suatu konteks emosional.
Media massa merupakan media sosialisasi yang kuat dalam membentuk keyakina-keyakinan baru atu
mempertahankan keyakinan yang ada. Bahkanproses sosialisasi melalui media massa
ruang lingkupnya lebih luas dari media sosialisasi lainnya. Iklan-iklan yang
ditayangkan i media massa misalnya, disinyalir telah menyebabkan terjadinya
perubahan pola konsumsi, bahkan gaya hidup warga masyarakat.
Tayangan adegan kekerasan dan adegan-adegan yang menjurus ke
porografi, ditengarai juga telah banyak berperan menyulut perilaku agresif
remaja, dan menyebabkan terjadinya pergeseran moral pergaulan, serta
meningkatkan terjadinya berbagai pelanggaran norma susila. Di media massa,
nyaris setiap hari bisa dibaca terjadinya kasus-kasu perkosaan dan pembunuhan
yang menghebohkan karena si pelaku ilhami oleh adegan-adegan porno dan sadis
yang pernah ditontonnya di film atau ditayangan yang lain.[9]
5.
Kelompok atau
Lingkungan Sosial
Yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah tempat atau suasana
sekelompok orang merasa sebagai anggotanya, seperti lingkungan kerja,
lingkungan RT, lingkungan pendidikan, pesantren dsb. Misalnya seseorang yang
berstatus sebagai eks pengguna narkoba. Pada masa sebelumnya ia berada dalam
lingkungan anak-anak pengguna narkoba. Jika seorang anak yang pada mulanya
adalah anak baik-baik (bukan pengguna narkoba), kemudian memasuki wilayah
lingkungan tersebut, maka secara otomatis dia akan tersosialisasi oleh pola-pola
perilaku para pengguna narkoba. Demikian pula dengan para mantan pengguna
narkoba yang kemudian dimasukkan ke lingkungan pesantren oleh orangtuanya. Dia
secara otomatis, mau apa tidak, pasti tersosialisasi oleh pola-pola perilaku
yang berlaku di dalam lingkungan kepesantrenan.
Di lingkungan manapun seseorang pasti akan tersosialisasi dengan
tata aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Di dalam lingkungan kerja,
seseorang akan tersosialisasi oleh pola-pola yang berlaku di lingkungan kerja
tersebut, misalnya dia harus menjalankan peran sesuai dengan status atau
kedudukannya di dalam lingkungan tersebut. Peran seorang direktur dan seorang
supervisor tentunya tidak sama, peran seorang kepala sekolah tidak sama dengan
peran seorang guru. Semua peran tersebut merupakan hasil sosialisasi secara
tidak langsung dalam masing-masing lingkungan sosial dimana seseorang
beranda.
Kepribadian manusia sangat memiliki hubungan dengan tipe kelompok
di mana individu tersebut berada. Adapun tipe-tipe kelompok sendiri sangat
beragam. Misalnya kelompok masyarakat modern memiliki kultur yang heterogen
tentunya berbeda dengan kelompok masyarkat tradisional cenderung memiliki
kultur yang homogen. Struktur masyarakat tersebut biasanya menghasilkan bentuk
kepribadian anggota-anggota kelompok yang berbeda pula. Cara masyarakat modern
dan masyarakat tradisional mengajarkan nilai-nilai sosial dapat dilihat dari
kepribadian dari kedua tipe kelompok masyarakat tersebut. Kepribadian
masyarakat modern cenderung lebih bersifat luwes dalam menerima setiap
perubahan cultural, sedangkan kelompok masyarakat tradisional biasanya lebih
bersifat konservatif.[10]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses belajar bagi seseorang
atau sekelompok orang selama hidupnya untuk mengenali pola-pola hidup,
nilai-nilai dan norma sosial agar ia dapat berkembang menjadi pribadi yang bisa
diterima oleh kelompoknya.
Aktivitas sosialisasi
dikerjakan oleh person-person tertentu yang sadar atu tidak sadar dalam hal ini
bekerja mewakili masyarakat. Mereka dapat dibedakan menjadi dua;
§
Person-person yang mempunyai wibawa dan kekuasaan atas
individu-individu yang disosialisasi. Misal ayah, ibu, guru, atasan, pimpinan
dan sebagainya
§
Person-person yang mempunyai kedudukan sederajat dengan individu
yang tengah disosialisasi. Misal saudara sebaya, kawan sepermainan, kawan
sekelas, dan sebagainya.
George
Herbert Mead mengembangkan tiga tahap
perkembangan diri manusia. Ketiga tahap itu adalah sebagai berikut:
§
The prepatory stage ( tahap persiapan)
§
Play stage (tahapan bermain)
§
Game stage
(tahap permainan)
§
Generalized others
(menurut Mead)
Beberapa agen sosialisasi dalam dalam sosiologi;
¨
Keluarga
¨
Kelompok
bermain
¨
Sekolah
¨
Media massa
¨
Lingkungan
sosial
Daftar
Pustaka
Elly M.setiadi & Usman kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : kencana Prenadamedia _____________Group, 2011)
J. Dwi Narwoko dan Bagong
Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan, _____________(Jakarta; Prenada MediaGroup)
Kun maryati & juju suryawati,S.Pd,
sosiologi (Jakarta; exsis ,2001)
Richard T.Schaefer) , sosiologi (sociology), (Jakarta selatan; selemba humanika, _____________2010)
[1] Elly M.setiadi & Usman kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : kencana
Prenadamedia Group, 2011),
hal. 155-157
[2]J.
Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta; Prenada Media Group), hal. 77-79
[6]
Elly M.setiadi & Usman kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : kencana
Prenadamedia Group, 2011) hlm. 177
[7]
. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi
Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta; Prenada Media Group), hal. 94
[8]Ibid,.
Hal. 94-95
[9]
Ibid,. Hal. 96
[10]Opcid,.
Hal. 181
Tidak ada komentar:
Posting Komentar